Teguh Perjuangan Dakwah Edy Harianto, Dai Mengabdi di Mahakam Ulu
PRIA berbadan tambun itu baru saja menuntaskan shalat bersama jamaah lainnya di sebuah masjid di Kampung Long Melaham, Kabupaten Mahakam Ulu. Lelaki itu lantas menepi ke salah satu sudut ruangan, ia ingin beristirahat sejenak karena penat seusai melakukan perjalanan.
"Hei, ngapain di situ. Keluar!", tiba tiba muncul suara keras dari arah pintu masuk. Edy Harianto, pria yang baru saja mau terlelap itu langsung melompat kaget.
Rupanya, sumber suara itu berasal dari salah seorang pengurus masjid tersebut. Edy diminta keluar dan tidak tinggal di masjid. Edy dikira orang asing yang datang untuk maksud muslihat tertentu.
Edy pun menjelaskan siapa dirinya dan mengutarakan mengapa ia tinggal di masjid tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa sebelumnya ia telah meminta izin kepada ketua pengurus masjid setempat.
Selain tinggal di masjid itu sambil terus mencari rumah kontrakan sebagai tempat tinggal, Edy juga membuka kegiatan belajar Al Qur'an rutin selepas magrib.
"Itu pengalaman pertama tugas di Mahakam Hulu. Diusir dari masjid oleh salah satu pengurus," cerita Edy kepada media ini beberapa waktu lalu.
Sebelum bertugas di Mahakam Ulu yang merupakan kawasan pedalaman bagian hulu sungai Mahakam di Kalimantan Timur dan merupakan daerah baru hasil pemekaran dari Kabuparen Kutai Barat, Edy kali pertama memulai debut dakwahnya pada 2010 di Melak, Kubar, untuk pendirian sekolah tingkat SMP.
"Padahal, saya pribadi tidak ada basic pendidikan dan kuliah bukan jurusan pendidikan," katanya.
Setelah sekitar 5 tahun mengabdi di Kutai Barat, pria kelahiran Srimulyo, 8 September 1980, ini kemudian dipindah tugas ke Mahakam Hulu hingga sekarang.
Dengan bekal ilmu yang dimiliki dimana Edy pernah menempuh studi di STIM Hidayatullah (sekarang STIE Hidayatullah) dan menjadi peserta Kuliah Dai Mandiri (KDM) Gunung Tembak, serta dauroh dauroh yang diselenggarakan oleh Hidayatullah, Edy yakin terjun bertugas dimanapun ditempatkan.
Bukannya tanpa hambatan, bahkan Edy mengaku cukup berat perjuangan dan rintangan yang harus dihadapi apalagi dikala bertugas di daerah terpencil, pedalaman, dan minoritas.
"Pengalaman yang paling berkesan selama ini yakni beratnya beban ketika merintis dakwah dan merintis berdirinya pesantren di pedalaman muslim minoritas," ujar Edy yang awal mula mengenal Hidayatullah tahun 1999 melalui majalah Suara Hidayatullah ini.
Edy juga menghadapi realitas baru dimana ia sebelumnya pernah lama di ibukota Jakarta, namun kini berjibaku dengan kondisi alam pedalaman yang serba tidak mudah. Mulai dari fasilitas listrik, sinyal seluler, infrastruktur, dan lain sebagainya. Itu semua menjadi bianglala yang mewarnai kiprah dakwah Edy bersama sang istri.
"Belum lagi masyarakat yang berlatar belakang nelayan sungai Mahakam dan petani, butuh pendekatan pendekatan yang ekstra," imbuh Edy.
Selain penguatan rohani dan dakwah bina aqidah masyarakat pesisir Mahakam Hulu, Edy juga menghadapi tantangan lainnya dimana umumnya masyarakat muslim dan muallaf di sini secara sosial ekonomi masih tertinggal. Seingga membutuhkan perhatian untuk pemberdayaan ekonomi.
Di sisi lain, terang Edy, banyak kasus para muallaf kembali ke agama asal mereka karena iming iming ekonomi dan kurangnya bimbingan dan perhatian sesama muslim lainnya.
"Sementara banyak anak anak muslim dan atau muallaf masih buta baca tulis Al Quran dan latin karena pendidikan yang tidak memenuhi standar dan tidak ada bimbingan ngaji," kata Edy yang rutin mengisi kegiatan pendidikan Al Quran di sejumlah titik di kawasan pemekaran baru tersebut.
Kini, Edy terus bergerilya menguatkan dakwah di kawasan terpencil tersebut. Ia pun rutin terjun ke medan dakwah dengan menyisir satu kampung dengan desa lainnya yang jaraknya saling berjauhan di pinggir sungai Mahakam dan anak sungainya.
Alhamdulillah, dengan segala keterbatasan dan berkat dukungan muhsinin pemerhati dakwah, Edy dan rekan dai di Kampus Hidayatullah Mahakam Hulu, telah membebaskan tanah seluas 114x50 meter persegi dan berserifikat perkumpulan yang lokasinya berada di pinggir jalan poros pertigaan 2 kampung yakni Long Bagun, Ujoh Bilang dan Long Melaham.
Edy berharap, kedepannya semakin besar kepedulian kepada saudara saudara muslim dan muallaf di Mahakam Ulu dari para muhsinin dimanapun berada serta berharap segera terbangun fasilitas pendidikan berupa madrasah di lokasi Mahakam Ulu tersebut.
Pada akhirnya, terserulah ajakan kebajikan untuk terus meneguhkan kiprah dai mengabdi di Mahakam Ulu dan ribuan titik dakwah lainnya di belahan Nusantara.
Para dai mengabdi ini terus bergerak. Mungkin sesekali mereka sejenak rehat karena letih dalam arungi perjalanan yang curam dan menapak. Mereka berkorban bersama keluarga menjalankan dakwah di pedalaman muslim minoritas dengan fasilitas yang terbatas dan apa adanya. (ybh/hio)