Dari Bali lalu ke Balikpapan, Kemudian Mengabdi di Pulau Aru
JUMADIL Azhar hanyalah anak kampung. Dia lahir di Sumenep pada 20 Maret 1997 silam. Namun, siapa sangka, ditengah keterbatasan yang ada, ia menempuh pendidikan di 2 provinsi yang berbeda.
Kemudian setelah itu, ia berlabuh sebagai dai mengabdi di sebuah pedalaman yang berada di kepulauan provinsi Maluku.
Pada awalnya, Jumadil yang masih remaja merupakan salah satu murid yang terbilang menonjol di kelasnya. Di bangku SD di kampung halamannya, ia terbilang selalu berprestasi. Begitupun saat menduduki bangku SMP di salah satu pesantren di Sumenep, ia termasuk murid yang baik.
Berbekal ilmu agama yang dipelajari di pesantren kurang lebih 14 tahun sejak duduk di bangku SD hingga MTs di kampung halaman, Jumadil kemudian merantau dan menamatkan pendidikan SMA di MA Hidayatullah Denpasar, Bali.
Setamat dari Denpasar, Jumadil ditugaskan untuk melanjutkan pengabdian di Pesantren Hidayatullah Badung. Badung adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Bali, Indonesia.
Daerah Badung ini yang juga meliputi Kuta dan Nusa Dua adalah sebuah objek wisata yang terkenal. Ibu kotanya adalah Kota Mangupura, dahulu berada di Denpasar.
Di Kabupaten Badung, Jumadil mengemban tugas sebagai guru ngaji dan pengasuh santri di Pesantren Hidayatullah yang beralamat di Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan.
Belajar dan tugas berdakwah
Jumadul memiliki bakat yang cukup menonjol di bidang keilmuan Islam, hal itu terlihat sejak ia masih duduk di bangku SMA. Jumadil pun akhirnya dikirim untuk melanjutkan pendidikan tinggi di STIS Hidayatullah Balikpapan, Kalimantan Timur. Dia ke Kota Beriman itu sekira akhir tahun 2016 dan menyelesaikan studi sampai tahun 2021.
Dari pihak SDI DPP Hidayatullah, Jumadil mendapat tugas baru. Kala itu ia baru saja menyelesaikan kuliahnya dan berhasil meraih gelar sebagai Sarjana Hukum Islam (SH). Dia lalu mendapatkan tugas untuk berdakwah di provinsi Maluku, tepatnya di Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru.
Jumadil memulai kegiatan dakwahnya dengan cara mengajar ngaji di beberapa mushola kampung. Dibawah bimbingan dan arahan Ust. Sulaiman selaku Ketua DPW Hidayatullah Maluku, Jumadil bergerak melayani umat di daerah itu.
Alhamdulillah, setelah sekian lama mengajar, akhirnya ia dan beberapa pengurus pesantren mendapatkan lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat belajarnya anak-anak di pedalaman tersebut.
"Tapi tanah yang dijanjikan tersebut harus dibayar, tetapi pemilik tanah memberikan separuh dari harga yang berlaku di masyarakat," kata Jumadil kepada tim media Posdai beberapa waktu lalu.
Tanpa berpikir panjang, para pengurus, Jumadil, dan beberapa anak-anak yang menjadi santri awal pun bergotong royong untuk membangun pesantren di tanah wakaf itu. Pesantren pun bisa berdiri walau belum memiliki fasilitas pendukung lainnya.
Masyarakat kabupaten Kepulauan Aru, provinsi Maluku adalah minoritas muslim, minim pemahaman agama, pergaulan yang kurang baik, dan salah satu daerah pelosok di Indonesia timur.
Menurut data, mayoritas penduduk kabupaten Kepulauan Aru memeluk agama Kristen yakni 69,18% (Sensus Penduduk 2010) dimana kebanyakan adalah Protestan yakni 59,84% dan selebihnya Katolik yakni 9,32%. Sementara itu, pemeluk agama Islam berjumlah 29,97%, kemudian Hindu 0,03%, Buddha 0,03% dan Konghucu 0,02%.
Ponpes Hidayatullah Dobo adalah ponpes satu-satunya di Kabupaten Kepulauan Aru yang baru saja berdiri. Hadir sebagai jawaban atas tantangan dakwah ini.
"Semoga dengan hadirnya pesantren ini dapat membawa masyarakat Dobo menuju masyakarat yang tercerahkan, damai dalam bingkisan ukhuwah Islamiah," harap Jumadil.
Saat ini Ust. Jumadil Azhar diamanahkan sebagai ketua yayasan di Ponpes Hidayatullah Dobo yang sehari hari membimbing santri-santri untuk mengajarkan dan mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Harapannya, nantinya mereka akan menjadi generasi yang akan melanjutkan dakwah.
"Kita berharap ganerasi muda Islam di Dobo ini kelak menjadi generasi yang berilmu, beriman, dan beramal untuk kebaikan Dobo khususnya dan dimanapun mereka berada," pungkas dai muda ini.*/ybh