Ustadz Harmoko, Dai Mengabdi Bina Muallaf Hingga Mobil Meletus
HARI menjelang petang. Rotasi matahari mulai merangkak menuju ufuk sebelah barat. Terang itu pelan pelan pergi dan tenggelam, diganti semburat cahaya lampu yang menerangi teras teras rumah penduduk.
Azan maghrib pun berkumandang. Ustadz Harmoko tampak sibuk. Usai menuntaskan hajat dan bersih bersih diri, ia berwudhu, lalu segera menuju masjid.
Malam semakin pekat. Dini hari itu, Ustadz Harmoko harus berangkat menuju ke Kabupaten Tanah Laut untuk memenuhi tugas pembinaan muallaf pedalaman. Ia tidak sendiri, dia diantar oleh kordinator mualaf menggunakan mobil.
Mereka pun berangkat di pagi buta itu. Jalanan masih sepi. Mereka pun melanggeng dengan kecepatan yang cukup tinggi. Namun, nahasnya, mereka nyaris tewas karena mengalami insiden pecah ban.
Saat menjelang subuh dan sudah mendekati perkampungan muallaf tempat acara digelar, ban mobil depan bagian kiri terlepas, mobil pun tersungkur. Beruntung, mobil masih dapat dikendalikan sehingga tidak sampai terbalik.
"Hampir mati kita, untungnya mobil yang dikendarai tidak sampai berguling," kata Harmoko yang berkisah kepada media Posdai, beberapa waktu lalu.
Setelah ditelusuri, pecah beban terjadi karena ternyata baut ban terlepas satu satu selama perjalanan tadi dengan medan yang berbatu dan campur tanah merah. Mereka pun sempat bingung mencari cari cara melanjutkan perjalanan. Ditambah lagi tak ada bengkel sama sekali di sekitar tempat kejadian perkara.
Akhirnya, tak berapa lama, datanglah warga membawa sepeda motor. Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan dibonceng motor menuju ke tempat acara. "Siangnya setelah acara baru memikirkan nasib mobil agar bisa kembali," kata Harmoko tertawa mengenang kejadian beberapa tahun lalu itu.
Harmoko aktif melakukan pembinaan mualaf yang ada di Kabupaten Tanah Laut yang jarak tempuhnya sekitar 2 jam dari kota Banjarbaru dimana ia tinggal. Kegiatan bina mualaf dilakukan sepekan sekali bergantian dengan ustadz ustadz dari Hidayatullah yang lain.
Teguh Mengabdi
Sebagai dai yang mengabdi di kawasan pedalaman seperti di salah satu sudut perkampungan muallaf di Kabupaten Tanah Laut ini, Ustadz Harmoko menyadari kerumitan yang akan dihadapi. Tak ada kemewahan di sini, sepenuhnya harus dengan niatan pengabdian untuk mengajarkan agama Allah.
Sejak awal pembinaan tidak ada gaji atau semacam uang transport, sebab ini murni kegiatan pembinaan berbasis sosial. Sehingga Harmoko harus menyiapkan dana transportasi sendiri. Menurut Harmoko, umumnya mualaf di sini orang miskin dan tinggal di kampung kampung.
Realitas itu juga telah disampaikan oleh kordinator mualaf sejak awal progam bina mualaf dilkukan pada tahun 2016 yang meminta kesediaan dai Hidayatullah Banjarbaru untuk membantu melakukan pembinaan agama bagi para mualaf yang berjumalah 450 yang tersebar 4 kecamatan.
Ustadz Harmoko menyebutkan, dari 4 kecamatan yang rutin dilakukan pembinaan, ada desa yang mualafnya berasal dari agama Kaharingan dan jumlahnya banyak. Hanya saja, karena jarak tempuhnya sampai 5 jam melalui kebun sawit perusahaan dan hutan belantara, akhirnya pembinaan agama Islam tak seintensif lainnya.
"Selain jarak tempuh yang jauh, jalannya juga masih tanah dan sebagian jalan setapak. Kalau hujan sudah bisa dipastikan tidak bisa diakses. Dengan kondisi alam yang demikian, pembinaan tak bisa rutin. Dan jika pun siap, maksimal tiga bulan sekali," terang Ustadz Harmoko.
Sejak diamanahkan menjadi Kepala Departemen Dakwah DPW Hidayatullah Kalimantan Selatan (Kalsel) pada tahun 2016, Harmoko bertekad untuk menjalankan amanah dakwah semaksimal mungkin.
Ia pun menyadari Kalimantan Selatan banyak ulama ulama yang terkenal dengan pondok pesantren dan majelisnya yang jamaahnya lumayan banyak. Kendati demikian, di lapangan masih banyak daerah terpencil dan para mualaf yang tidak mendapat pembinaan secara intensif dari para dai dan lembaga pendidikan agama.
"Oleh sebab itu, kita perlu bersama sama dan bersinergi mengangkat bersama amanah dakwah ini," katanya.
Selain secara rutin menembus daerah binaan di berbagai tempat di pedalaman, Harmoko juga aktif memberikan pelatihan dai bagi para alumni santri SMA Hidayatullah untuk bekal pengabdian di masyarakat sebelum melanjutkan kuliah. Ia juga mengajarkan Grand MBA di berbagai majelis taklim di Banjarbaru.
Disamping itu, Ustadz Harmoko juga kerapkali melayani permintaan layanan khutbah di beberapa masjid dan beberapa paguyuban seperti Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), KKP dan Paguyuban Nganjuk yang ada di ibukota provinsi Kalimantan Selatan.
Rintis Dakwah di Kotabaru
Sejak tahun 2022, Ustadz Harmoko mendapat amanah baru. Dia diamanahkan melanjutkan perintisan Pondok Pesantren Hidayatullah Kabupaten Kotabaru yang sebelumnya dirintis Ustadz Salimul Qolbi dan Ustadz Mursalin Ukasya beserta tenaga lainnya.
Kotabaru adalah salah satu kabupaten paling timur di Provinsi Kalimantan Selatan. Jarak tempuh dari ibukota provinsi sekitar 10 jam. Lokasi pesantren saat ini cukup jauh dari ibukota kabupaten, atau sekitar 2 jam dan harus melalui penyebrangan kapal veri.
"Akses ke kota dan administrasi lumayan jauh di tambah jalan yang kurang bagus karena dilalui mobil CPO perusahaan," kata Harmoko. Lokasi pesantren ini juga tidak ada sinyal HP sehingga untuk bisa menggunakan jaringan harus pergi ke kecamatan yang lumayan jauh.
Kendati demikian, Harmoko menyatakan rasa syukur Alhamdulillah sebab lokasi pesantren sudah ada listriknya sehingga kalau malam tidak terlalu gelap walaupun dipinggir hutan dan gunung-gunung.
Saat ini bangunan yang ada berupa 1 rumah kopel, gedung TPA, dan masjid yang masih proses pengerjaan. Pesantren ini juga kedepan akan dijadikan markas dakwah pedalaman yang mad’u-nya orang pinggiran dan mualaf pedalaman. Saat ini Harmoko aktif mengajar TPA dan bina mualaf di sekitar pesantrensambil berikhtiar membangun sarana dan prasarananya.
Tantangan
Pesantren yang baru perintisan di Kotabaru ini belum memiliki amal usaha yang bisa menopang operasional dan kesejahteraan untuk warga termasuk buat dirinya. Sehingga, untuk keperluan hidup sehari-hari, Harmoko hanya mendapat insentif bulanan sebasar 1 juta rupiah yang berjalan hanya selama satu tahun saja, bantuan dari DPD Hidayatullah kabupaten lain di Kalimantan Selatan ini.
Dengan insentif 1 juta rupiah dengan 1 istri dan 3 orang anak tentu jauh dari kata cukup, tetapi karena amanah dakwah harus tetap dijalankan walaupun serba terbatas, Ustadz Harmoko tetap girang dan penuh semangat menjalankan aktifitas dakwah ini. Selain minimnya pendanaan, tantangan yang lain adalah kurangnya SDM. Selama 1 tahun bertugas, Harmoko hanya sendiri bersama keluarga saja, sebab permintaan tenaga tambahan belum dapat direalisasikan.
Untuk pembinaan mualaf pedalaman, yang sudah berjalan saat ini baru mampu 5 desa di sekitaran pesantren dan jaraknya lumayan jauh dangan arah yang berbeda-beda. Ustadz Harmoko menyebutkan, di Desa Lalapin ada 60 mualaf dari agama Kaharingan. Jarak tempuh ke sana sekitar 47 km dari tempatnya bermukim sekaran.
Lalu ada Desa Bangkalan Dayak yang terdapat 70 mualaf, jarak tempuhnya sekitar 30 km dari pondok. Jumlah mualaf yg dibina saat ini ada sekitar 350 orang. Harmoko menyebutkan, karena kurangnya SDM, maka setiap desa mendapat 2 kali pembinaan setiap bulan, bagi yang desanya agak berdekatan digabungkan jadi satu tempat.
"Selain itu tidak adanya kendaraan yang layak serta jalanan yang kurang baik juga menjadi kendala dakwah," kata suami Rihatul Atfa yang telah dikaruniai 3 buah hati ini.
Pria asal Trenggalek, Jawa Timur, ini mengatakan saat ini ada satu motor Suzuki Smas untuk operasional sehari hari. Namun, seringkali mogok karena dimakan usia dan faktor penggunaan yang melampaui kapasitas. Armada darat ini merupakan pemberian jamaah dari kota yang dijadikan armada dakwah dengan segala tantangannya.
Yang tak kalah menantang adalah semangat ditunjukkan oleh para biarawati yang kerap kali mendatangi para mualaf ini ke rumah-rumah untuk diajak kembali ke agama yang lama. Setiap tahun mereka mengadakan pengobatan gratis dan pembagian sembako. "Jika para dai tidak rutin melakukan pembinaan sudah bisa dipastikan lambat laun mereka akan kembali," tandas dai yang telah menuntaskan pendidkan magister pendidikan ini.*/Yacong B. Halike