Ikhtiar Dakwah Ketut Jamaluddin, Dai Mengabdi di Kabupaten Bangli
TAK pernah menyerah dan terus berusaha sampai Allah SWT akhirnya berikan pertolongan-Nya, itulah prinsip yang dipegang Ketut Jamaluddin. Demikian pula dalam berdakwah, ia mengaku selalu memegang pesan gurunya, Ustadz Abdullah Ihsan Denpasar: "Berdakwahlah tanpa henti dengan dilandasi kasih sayang dan cinta. Tidak ada perkataan lebih baik kecuali yang mengajak pada kebaikan".
"Pesan itu selalu terngiang yang dipesankan oleh beliau sejak saya nyantri," kata Ketut Jamaludin dalam obrolan dengan Posdai.or.id, awal Maret 2023 lalu.
Dakwah tanpa dilandasi kasih sayang dan cinta hanyalah melahirkan keputusasaan, sebab dengan asas cinta pulalah Rasulullah diutus menebarkan Islam ke penjuru bumi yang selalu membuatnya penuh gairah dan bahagia.
"Itulah Islam, yang penuh keselamatan, rahmat, dan keberkahan. Kaffatan linnas rahmatan lil 'alamiin," kata Ketut menjelaskan ihwal motto hidupnya tersebut.
Lahir di Pegayaman
Jamaluddin, itulah nama yang diberikan oleh orangtuanya saat ia lahir ke bumi tiga puluh tahun lalu. Jamaluddin dilahirkan di sebuah desa yang disebut Pegayaman, desa yang berada di sebelah Utara pulau Bali.
Bagi sebagian besar orang di sana, ketika mendengar nama Pegayaman maka yang terlintas dibenak adalah satu perkampungan muslim yang ada di Kabupaten Buleleng - Singaraja Bali dengan kentalnya adat dan istiadat terutama adopsi dari adat Hindu.
Pengaruh itu misalnya dapat dibuktikan dengan penggunaan nama-nama awalan yang di mulai dari Wayan, Nengah, Nyoman, Ketut dan lain-lain.
Awalnya Jamaluddin pun menggunakan nama Ketut sebagai tanda bahwa ia merupakan anak ke-4 dari 6 bersauadara. Akan tetapi karena beberapa pertimbangan, ia tak menggunakan sebutan Ketut di depan namanya Jamaludin. Kendati begitu, sapaan keluarga di kampugnya terkadang masih menyematkan nama Ketut.
Jamaluddin besar dalam lingkungan panti asuhan Hidayatullah. Awal masuk ke Hidayatullah adalah saat ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Saat itu, dengan segala keterbatasan ekonomi orangtuanya, ia diberikan dua opsi yaitu, pertama, ia tetap tinggal di kampung membantu orangtua atau berangkat ke Denpasar untuk meningkatkan taraf hidup.
Di sisi lain, orangtuanya cemas kalau kalau sang anak terpengaruh gaya hidup di kampung yang cenderung masih jauh dari agama.
Jamaluddin pun memilih opsi kedua, ia ke Denpasar dan menjadi salah satu santri di Hidayatullah dengan program panti asuhan yang hanya menyediakan asrama. Adapun sekolahnya masih bergabung dengan sekolah lain.
Jamaluddin bukan orang pertama yang tinggal atau mengenal Hidayatullah. Nyatanya, sudah ada beberapa kerabatnya yang lebih dulu sekolah di Hidayatullah Denpasar. Walaupun Hidayatullah pada waktu itu baru merintis pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Singkat cerita, akhirnya berkat Hidayatullah, Jamaluddin mampu mengenyam pendidikan mulai SMP sampai lulus Sekolah Tinggi Luqman al-Hakim Surabaya pada tahun 2014 tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun mengingat ia memang berasal dari keluarga pra sejahtera.
Kiprah dakwah
Setelah kelulusan dari STAIL tahun 2014, Jamaluddin mendapatkan amanat tugas untuk berangkat ke Kabupatan Kolaka, Sulawesi Tenggara. Tepatnya di Desa Ulukalo, Kabupaten Kolaka, dan Desa Watalara Kabupaten Kolaka.
Tugas ini tentu sangat menantang bagi Jamaluddin, sehingga ia pun sempat merasakan rasa khawatir dan cemas. Tak ayal, nama atau tempat baru ini masih asing di telinganya, apalagi ini harus didatangi.
Syukurnya, ia mampu melewat masa masa sukar tersebut. Berkat doa dan dukungan orangtua serta para asatidz akhirnya ia berangkat ke kabupaten Kolaka.
Di Kolaka, Jamaluddin cukup aktif dengan amanah-amanah yang diembannya mulai dari sekretaris organisasi, sekretaris yayasan serta menjadi kepala amal usaha tingkat SMP. Bahkan ia sering memenuhi permintaam masyarakat disana untuk mengisi khutbah Jum’at dan terkadang majlis taklim.
Karena keterbasan sumber daya, Jamaluddin pun mau tidak mau harus rangkap amanah. Belum lagi tantangan alamnya, kondisi tempat yang kurang lebih 68 km dari kota Kolaka. Ini dirasakan betul oleh Jamaluddin cukup berat, apalagi di waktu yag sama dia mengurusi sekolah yang jumlah muridnya sekitar 60-70 dan tidak ada pendanaan yang mendukung selain bantuan pemerintah berupa dana BOS.
"Maka itu habis untuk operasioanl santri dan gaji guru-guru yang mengajar. Tak jarang saya hanya mengandalkan apa yang bisa ditanam di belakang asrama," katanya.
Dengan kontur dan realitas alam yang sedemkian menantang itu, Jamaluddin acapkali mendapatkan cobaan yang tidak selalu mudah dilewati. Misalnya, pernah suatu ketika dia pulang dari kota kemalaman karena agenda rapat kepala sekolah yang lama.
Di tengah perjalanan yang gelap dan nihil penerangan, ban motor yang dikendarai Jamaluddin tiba tiba bocor. Ditambah lagi kondisi jalan yang lumayan sepi dan mustahil ada bengkel yang buka pada saat itu.
Akhirnya Jamaluddin harus memilih mendorong motornya sampai ketemu rumah warga terdekat.
"Alhamdulillah untungnya warga yang saya singgahi rumahnya belum tidur dan pada akhirnya warga itu yang membantu melepas ban motor beliau kemudian membawanya ke bengkel saudaranya." kisah Jamaluddin.
Setelah menjalani masa tugas 5 tahun lebih di Sulawesi Tenggara dan memiliki anak dan istri, suami dari Wihdatul Ummah ini minta izin untuk kembali ke Bali agar lebih dekat dengan sang ibu sekaligus ingin mengabdi untuk perjuangan Hidayatullah Bali.
Awal bertugas di Bali pasca meninggalkan Konawe, Jamaluddin diberikan amanah untuk mengajar di Madrasah Aliyah. Dalam kurun waktu setahun kemudian ia diperbantukan di asrama Kampus Madya sebagai pengasuh.
Lalu, selang dua tahun kemudian Jamaluddin kembali diminta untuk membantu di pondok khusus Tahfidz Babakan Sari sekaligus merangkap menjadi sekretaris organisasi dan yayasan.
Cikal bakal lokasi baru yang akan ditempat untuk mengembangkan dakwah Ketut Jamaluddin di Bangli |
Mengabdi di Bangli
Sejak tahun 2023, ayah dua anak ini mendapat amanah menjadi ketua DPD untuk melanjutkan perintisan Pondok Pesantren di Kabupaten Bangli. Dari 9 kabupaten yang ada di Bali, Bangli adalah satu-satunya kabupaten yang belum memiliki "pesantren Islam".
"Pesantren Islam", jelas Jamaluddin, karena Bangli sudah memiliki Pesantren Hindu yang muridnya dari berbagai kabupaten yaitu yayasan pasraman gurukula yang berada di Jln Pucak Hyang Ukir, Desa Kubu.
Jangankan untuk sebuah pesantren, sekolah madrasah di Bangli saja yang ada hanyalah tingkat MI. Perkembangan sementara Hidayatullah di Bangli, Jamaluddin memulai debut dakwahnya dengan menyewa tempat sementara untuk dijadikan Rumah Quran.
"Alhamdulillah dakwah sudah mulai jalan baik itu lewat mengajar TPQ maupun kajian di masjid dan juga pembinaan kepada muallaf yang jaraknya cukup lumayan jauh," katanya.
Tantangan
Selain minimnya pendanaan dan kurangnya SDM, pencarian lahan untuk dijadikan pesantren cukup sulit dikarenakan hampir seluruh kawasan atau lahan di Kabupaten Bangli dimiliki oleh orang Bali (Hindu). Jika ada lahan yang dimiliki oleh orang Islam biasanya mereka tinggal di Kabupaten Karangasem atau Kota Denpasar.
Selain itu, minimnya armada dakwah serta jalanan yang cukup terjal menjadi kendala dakwah. Saat ini baru ada satu motor pemberian Podai tahun 2021 dan itu sudah dimanfaatkan pengurus yang lama untuk kepentingan dakwah dan pembinaan muallaf.
Ketua DPD Hidayatullah Bangli ini masih membutuhkan armada satu lagi untuk silaturrahmi dan pengembangan dakwah dalam rangka ikhtiar mencari tempat agar bisa dijadikan pesantren.
"Semoga dengan wasilah ini ada hati yang terketuk untuk ketersediaan armada dakwah untuk mensuport kegitan dakwah di pedalaman pulau Dewata ini," tandasnya.*/Yacong B. Halike