Ustadz Sudarmin, Dai Muda Mengabdi Didik Generasi di Pedalaman Bulubonggu
TAK ada kata henti dalam mengabdi. Itulah kemantapan hati yang diutarakan Ustadz Sudarmin. Dai muda yang mengabdi di Bulubonggu, Kecamatan Dapurang, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar).
"Namanya tugas, ya dijalani. Sami'na wa atha'na," katanya singkat ketika melakukan obrolan dengan media ini saat ditanyakan kenapa dirinya bisa bertahan di daerah pedalaman yang relatif masih tertinggal, Kamis (30/11/2023).
Usai menyelesaikan kuliahnya sebagai Sarjana Ekonomi (SE) di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Hidayatullah kota Depok, Sudarmin langsung dikirim. Sulbar sebenarnya adalah tempat tugas keduanya.
Saat pembacaan SK Penugasan saat diwisuda sebagai sarjana, Sudarmin mendapat tugas ke Bangka Belitung. Beberapa hari setelah turunnya SK itu, ia langsung berangkat.
Seperti di Desa Teru, Kecamatan Simpang Katis, Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung, di Bulubonggu pun Sudarmin pun diamanahkan untuk membina santri. Di sela tugas tersebut, ia juga aktif melakukan pembinaan agama di masyarakat.
Namun, bagi Sudarmin, ketimbang tugas dakwah ke berbagai titik di Dapurang, Pasangkayu, tugas menjadi pengasuh dan pendidik santri merupakan amanah yang tak kalah berat tantanganya. Ia dituntut harus memiliki kesabaran dan keikhlasan ekstra.
"Saya membina santri putra putri kurang lebih 50 orang yang tentu tidak mudah diatur. Namanya juga anak remaja, apalagi di zaman seperti sekarang. Kami harus ekstra mengasuh," katanya.
Selain itu, Sudarmin mendapatkan amanah yang tidak ringan sebagai Ketua Departemen Ekonomi dan Aset di DPD Hidayatullah Pasangkayu. Untuk sekedar ikut rapat rutin saja, ia harus menempuh perjalanan kurang lebih 4 jam perjalanan.
"Inilah suka dukanya. Kita nikmati saja," kata Sudarmin yang juga rutin mengajar anak anak mengaji dan khutbah Jum'at di berbagai titik di kawasan ini.
Merutinkan Gerakan Nawafil, Sudarmin juga aktif bersilaturrahim kepada masyarakat sebagai ikhtiar dirinya menghidupkan dakwah fardiyah dan menjalin ukhuwah Islamiyah dengan semua komponen umat Islam yang ada di sana.
"Dalam dakwah ini, kami harus membagi waktu buat mencari nafkah buat keluarga dengan berkebun karena tidak mungkin mengandalkan dari pondok yang kadang hanya tiga ratus ribu," ungkapnya.
Kendati demikian, keterbatasan tersebut tidak bikin Sudarmin lelah dalam bergerak. Semangatnya tak berkurang. Saban waktu ia tetap aktif menjalankan tugasnya, termasuk melakoni jadwal pembinaan agama di masyarakat.
Justru, akunya, ia menikmati perjalanan dakwah ini meski dari sisi ekonomi tidak terlalu menjanjikan. Tetapi dengan bersyukur, semua menjadi indah dan nikmat.
"Intinya mensyukuri saja di tempat tugas yang ada," tandasnya semringah. (ybh/hio)