Menjauhkan Penyakit Hasad dalam Berdakwah karena Islam untuk Semua
PRASANGKA buruk adalah ciri sifat hasad. Jika watak ini sampai merasuk ke ranah dakwah, maka ia amat berpotensi menjadikan ikhtiar dakwah kita menjadi bias dan akhirnya mengalami disorientasi.
Hasad dalam konteks berdakwah merujuk pada rasa iri hati atau dengki terhadap orang lain. Sifat ini tidak saja menyasar pada objek dakwah tetapi seringkali juga menarget mereka yang aktif dalam berdakwah atau berkontribusi positif dalam menyebarkan ajaran agama.
Para dai harus menghindari sifat hasad karena dapat menghambat keberkahan dalam berdakwah karena orang yang memiliki perasaan hasad biasanya tidak mendukung dan bahkan mungkin mencoba menghambat orang lain mendapatkan keberkahan iman Islam.
Hasad membuat seseorang lebih fokus pada keinginan untuk melebihi atau mengalahkan orang lain secara duniawi daripada fokus pada tujuan sejati berdakwah, yaitu menyebarkan nilai-nilai agama dan membimbing orang lain menuju kebaikan.
Orang yang dipenuhi hasad akan menggunakan energi dan waktu untuk mengkritik dan menghalangi orang lain, alih-alih menggunakan waktu dan energi tersebut untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas dakwahnya sendiri.
Untuk mengatasi bahaya hasad dalam berdakwah, penting bagi individu khususnya para dai untuk membudayakan sikap syukur, rendah hati, dan bersedia bekerja sama dengan sesama pendakwah. Pemahaman bahwa keberhasilan dakwah bukanlah milik satu orang saja, melainkan milik seluruh umat, dapat membantu mengatasi perasaan hasad dan menjaga kerukunan di dalam komunitas dakwah.
Sebagai dai, kita harus selalu berupaya menghindarakn diri dari perilaku hasad karena watak ini amat berbahaya, bahkan pada level dapat menghapuskan amal kebaikan. Rasulullah SAW pun sudah memperingatkan kita:
اِياَّ كُم وَالحَسَدَ فَاِنَّ الْحَسَدَ يَاْ كُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَاْ كُلُ النَّارُ الحَطَبَ
”Jauhkanlah dirimu dari hasad karena sesungguhnya hasud itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu-bakar.” (HR. Abu Dawud).
Dakwah dan Saling Merangkul
Dunia dakwah tidak selalu bertiup angin sejuk dengan keharuman bunga-bunga bianglala. Terkadang, ada angin topan bernama hasad yang mengancam keindahan proses berdakwah. Bahaya hasad dalam berdakwah karena akan mudah menyalahkan orang lain.
Dalam zaman ini yang penuh dengan ketegangan dan perpecahan, dakwah yang lembut dan penuh kasih sayang dapat menjadi jembatan menuju pemahaman yang lebih baik. Tetapi, apa yang terjadi ketika hasad merajalela?
Bahaya hasad dalam berdakwah karena akan mudah menyalahkan orang lain bisa membuat jembatan tersebut runtuh seperti kastil pasir yang diterpa ombak deras.
Hasad sering kali muncul dari rasa saingan yang tidak sehat di antara para penceramah atau dai. Ketika satu orang meraih popularitas atau pengikut yang banyak, yang lain mungkin tergoda untuk merendahkan atau bahkan mencari-cari kesalahan. Pergulatan untuk menjadi yang terdepan dalam berdakwah dapat menutup mata terhadap esensi sejati dari misi mulia ini.
Oleh sebab itu, dakwah Islam hendaklah dilandasi oleh kasih sayang sehingga ia menjadi jembatan perbedaan antar kelompok dan masyarakat. Kasih sayang dalam berdakwah dapat menumbuhkan rasa peduli terhadap individu dan kelompok yang kita sampaikan.
Dalam dunia berdakwah yang dipenuhi komentar dan pandangan beragam, hasad dapat dengan cepat memicu perilaku menyalahkan. Mari kita lihat beberapa aspek yang memperlihatkan bahaya hasad dalam konteks ini:
Dendam Tersembunyi
Hasad bisa menjadi manifestasi dari dendam tersembunyi. Karena dikuasai hasad, penceramah yang merasa kurang diakui atau dihargai mungkin saja mencari-cari kesalahan pada orang lain sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan ego mereka.
Pembungkaman Pemikiran Alternatif
Hasad dapat memicu perilaku menyalahkan yang menghambat dialog konstruktif. Alih-alih membuka pikiran untuk pemikiran alternatif, individu yang terpapar hasad bisa tertindak bahkan mematikan setiap suara yang tidak sejalan dengan pandangan mereka.
Kerugian Kepercayaan Publik
Berdakwah dengan hasad bisa merugikan kepercayaan publik terhadap institusi dakwah. Seiring berjalannya waktu, orang akan melihat bahwa dakwah yang diwarnai oleh hasad tidak lebih dari upaya egois untuk mencari validasi.
Mengapa Kita Cenderung Menyalahkan Orang Lain?
Sebelum kita menggali lebih dalam, penting untuk memahami mengapa kita cenderung menyalahkan orang lain, terutama dalam konteks berdakwah.
Ketidaknyamanan dengan Kritik
Menerima kritik bukanlah hal yang mudah, terutama ketika berasal dari sesama penceramah atau dai. Hasad dapat muncul sebagai bentuk pertahanan diri untuk menghindari merasakan ketidaknyamanan ini.
Rasa Tidak Aman
Orang sering menyalahkan orang lain ketika mereka merasa tidak aman secara pribadi atau profesional. Hasad bisa menjadi tempat untuk menyelesaikan perasaan tidak aman ini dengan merendahkan orang lain.
Kompetisi yang Tidak Sehat
Dalam atmosfer yang kompetitif, hasad bisa menjadi hasil dari perlombaan tak terucapkan untuk menjadi yang terdepan. Munculnya perasaan "saya lebih baik daripada mereka" dapat dengan cepat berubah menjadi perilaku menyalahkan.
Bagaimana Mengatasi?
Melawan bahaya hasad dalam berdakwah memerlukan usaha bersama dari semua pihak yang terlibat. Mari kita lihat beberapa langkah praktis untuk menjaga agar dakwah tetap lembut dan bermakna.
Pertama, introspeksi diri. Sebelum memberikan dakwah kepada orang lain, mari merenung pada diri sendiri. Pertanyaan-pertanyaan kritis seperti, "Apakah saya melakukannya untuk kepentingan diri sendiri?" atau "Apakah hasad sedang merayap dalam hati saya?" bisa membuka pintu kesadaran diri yang mendalam.
Kedua, komitmen dialog dan kebijaksanaan. Jangan takut untuk terlibat dalam dialog yang bijak. Terbuka terhadap pemikiran dan pandangan orang lain dapat mengurangi risiko terjerumus dalam perilaku menyalahkan.
Ketiga, berkembang bersama. Ingatlah bahwa tujuan utama dakwah adalah menyebarkan kebaikan dan kebenaran Islam. Menyadari tujuan bersama ini dapat membantu mencegah hasad merusak kolaborasi yang konstruktif.
Keempat, menumbuhkan empati. Hasad sering kali muncul dari kurangnya empati terhadap pengalaman dan perspektif orang lain. Memahami sudut pandang mereka dapat membantu kita melepaskan diri dari sikap menyalahkan.
Kelima, bekerja sama untuk kebaikan bersama. Buatlah kerja sama untuk kebaikan bersama sebagai fokus utama. Kita semua berada dalam perjalanan untuk mencapai kebaikan, dan kerjasama dapat menguatkan perjalanan tersebut.
Akhir kata, bahaya hasad dalam berdakwah karena akan mudah menyalahkan orang lain adalah tantangan yang harus diatasi oleh setiap kita sebagai dai mengabdi yang peduli dengan makna sejati dari dakwah.
Melalui introspeksi diri, keterbukaan terhadap dialog, dan komitmen terhadap tujuan bersama, kita dapat menjaga kelembutan dalam menyebarkan pesan kebaikan.
Marilah kita bersama-sama menjadikan dunia berdakwah sebagai taman yang indah, bukan medan pertempuran yang dipenuhi dengan hasad dan saling menyalahkan. (ybh/hio)