Pasca Pemilu, Kabid Dakwah MUI Ajak Dai Serukan Kuatkan Persatuan
POSDAI — Ketua Bidang (Kabid) Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat K.H. Muhammad Cholil Nafis, Lc., S.Ag., M.A., Ph.D. mengingatkan peran dai untuk menjadikan politik sebagai sarana, bukan tujuan.
Kiai Cholil Nafis menekankan, para dai jangan terlalu serius menjadikan materi-materi politik itu menjadi materi dakwah yang hanya untuk mencapai kekuasaan.
“Tetapi dijadikan politik sebagai sarana bisa memasukkan ide-ide yang baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Kiai Cholil Nafis dalam halaqah dakwah bertajuk: “Merajut Ukhuwah dan Persatuan Umat Melalui Dakwah” digelar oleh Komisi Dakwah MUI di Aula Buya Hamka, Kantor MUI, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024).
Kiai Cholil mengingatkan, para dai jangan sampai ada yang melanggar hukum karena menghasut, tetapi para dai harus membawakan materi yang menguatkan dan menjaga persatuan seperti menganggap perbedaan dalam hal politik ini sebagai dinamika yang baik.
“Meningkatkan demokrasi Indonesia lebih baik, memasukkan ajaran Islam terkait dengan persatuan. Memasukkan ke dalam dakwahnkita bagaimana membangun keadaban,” kata dia.
Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat ini menegaskan, politiknya para dai bukan politik praktis, melainkan politik keadaban.
“Politiknya para dai itu bukan politik praktis untuk memenangkan partai-pilpres, bukan itu. Tujuan dalam berdakwah itu adalah bangsa yang baik, adil, sejahtera, menuju baldatun thayyibatun wa rabbul ghafur,” ujar dia menjelaskan.
Ulama yang dinobatkan sebagai Anggota Kehormatan Hidayatullah ini menambahkan, para dai harus memperjuangkan terkait kesejahteraan, fasilitas umat dalam menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
“Instrumen ini untuk memastikan masing-masing mendapatkan haknya. Lalu, ada representatif untuk memberikan inspirasi dan menjamin kebebasan beragama, berekspresi, mendapatkan haknya secara ekonomi dan sosial serta budaya. Itu kita perjuangkan,” tegasnya.
Kiai Cholil mengingatkan, jangan sampai para dai juga terjebak pada politik sektoral, elektoral dan menjadi materi dakwah, tetapi menghilangkan esensinya dari dakwah Islam itu sendiri.
Ia mengingatkan peran dai untuk menjadikan politik sebagai sarana, bukan tujuan. Karenanya ia menekankan, para dai jangan terlalu serius menjadikan materi-materi politik itu menjadi materi dakwah yang hanya untuk mencapai kekuasaan.
“Tetapi dijadikan politik sebagai sarana bisa memasukkan ide-ide yang baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya.
“Meningkatkan demokrasi Indonesia lebih baik, memasukkan ajaran Islam terkait dengan persatuan. Memasukkan ke dalam dakwah kita bagaimana membangun keadaban,” kata dia.
“Berpolitik itu sekedarnya saja. Berdakwah secukupnya. Tapi persahabatan, dan persatuan adalah selamanya,” katanya.
Ia berharap para dai bisa membawakan materi yang menguatkan dan menjaga persatuan seperti menganggap perbedaan dalam hal politik ini sebagai dinamika yang baik.*
Source: Hidcom