Terus Berkhidmat untuk Dakwah, Ustadz Yusuf Qordhowi Lanjutkan Asa di Pedalaman Pegunungan Papua
BERANGKAT dari Kampus Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, sebuah perjalanan penuh dedikasi dimulai oleh Ustadz Yusuf Qordhowi sejak 2003, ketika langkahnya pertama kali menyentuh tanah Papua, tepatnya di kota Jayapura.
Dalam dinamika batinnya, ia bukan hanya seorang guru, tetapi juga seorang da’i di Hidayatullah Jayapura, sambil mengejar ilmu di Universitas Yayasan Islam Papua. Tahun 2007 membawa perubahan, dengan pindah tugas ke Kabupaten Biak Numfor.
Kisah perjalanan tak berhenti di sana, karena pada 2009, panggilan tugas membawanya ke Kabupaten Kepulauan Yapen. Lima tahun berlalu di Yapen, lalu kembali lagi ke Kota Jayapura untuk meneruskan amanahnya.
Tahun 2016, tugas memanggilnya ke Kabupaten Nabire. Namun, bukan itu akhirnya, karena pada 2021, Yusuf mendapat tantangan dakwah baru di Kabupaten Merauke. Dan seperti aliran sungai yang tak pernah berhenti mengalir, pada 2023, ada lagi Surat Keputusan (SK) baru yang mengirimnya berdakwah di Wamena, Papua Pegunungan.
Di balik setiap langkah, di antara jalinan tugas dan perjumpaan, Yusuf menyimpan ribuan cerita. Kisah suka dan duka menyatu dalam setiap hela nafasnya.
Mengabdi di Papua
Kata "Papua" atau "Irian Jaya", begitu disebut, membawa kita pada bayangan daerah yang terpinggirkan. Di benak banyak orang, Papua sering dihubungkan dengan gambaran konflik yang tak kunjung usai, yang kerap dipertontonkan di layar media. Namun, realitasnya tak semerah itu.
"Kota-kota seperti Jayapura, Biak, Mimika, Nabire, Serui telah maju dan lebih aman. Citra negatif itu memang ada, tapi hanya terbatas pada beberapa daerah terpencil seperti Papua Pegunungan," ungkap Yusuf dengan mantap.
Dalam mewujudkan misi dakwahnya, Yusuf menggelar beragam kegiatan di kota-kota yang disinggahinya. Pengajian rutin, pertemuan pekanan maupun bulanan, baik di lingkungan pesantren maupun di tengah masyarakat umum, menjadi jalan dakwahnya.
Tidak hanya itu, ia juga berperan dalam pembinaan muallaf, dan selalu siap mengisi khutbah Jum’at serta majelis taklim atas permintaan masyarakat.
Namun, tantangan di Papua Pegunungan bukanlah perkara mudah. Di samping kekayaan alam yang mempesona, keamanan menjadi isu sentral. Ancaman pembegalan, perampokan, bahkan pembunuhan, selalu mengintai.
Potensi konflik pun senantiasa mengancam, dengan kawasan tersebut dikenal sebagai sarang kelompok kriminal bersenjata. Maka tidaklah mengherankan jika banyak muballigh dan da’i enggan menjejakkan kaki di wilayah yang rawan itu, lebih memilih berdakwah di masjid-masjid atau pengajian di kota.
Yusuf punya banyak cerita untuk dibagikan, tentang perjalanan dakwahnya. Misalnya, ketika ia berdakwah di kota Serui, melayani dua orang yang ingin memeluk Islam dan menikah. Namun, reaksi keluarga mereka tak selalu positif.
Bahkan, Yusuf pernah mengalami insiden saat di Jayapura, ketika pada bulan Ramadhan, ia dicegat oleh sekelompok pemuda mabuk yang meminta uang. Namun, tiba-tiba suasana berubah saat mereka mengenali Yusuf sebagai guru mereka di kampung Holtekamp, dan malu-malu minta maaf.
Kisah-kisah unik seperti itu bukanlah kejadian langka bagi Yusuf, terutama saat tugasnya membawanya ke Wamena, Papua Pegunungan.
Dalam suatu kejadian, ia dan beberapa ustadz lainnya hendak mengurus jenazah seorang muallaf yang baru saja meninggal dunia. Namun, ketika mereka sampai di rumah duka, sekelompok orang datang dan hendak mengganggu mereka. Memahami risiko yang mengintai, akhirnya Yusuf memutuskan untuk meninggalkan tempat itu.
Dakwah di pegunungan tak lepas dari pembinaan pada masyarakat muallaf, pengajaran agama kepada anak-anak, hingga pengajian tema-tema keislaman bagi dewasa. Program-program yang dilaksanakan oleh Hidayatullah, seperti membawa anak-anak mereka ke Pondok Pesantren Hidayatullah Kota Jayapura, menjadi salah satu upaya dalam memberikan pendidikan yang layak.
Namun, di balik semangatnya, Yusuf juga menghadapi tantangan finansial. Biaya hidup bulanan dan kendaraan operasional menjadi kebutuhan mendesak bagi keberlangsungan dakwahnya. Terutama mengingat banyak kampung-kampung muslim yang terpencil, berjarak puluhan kilometer dari kota dan dilalui oleh jalan-jalan rusak.
Oleh karena itu, dukungan penuh dari Persaudaraan Dai Indonesia (Posdai) sangat diharapkan, agar misi dakwahnya dapat terus berjalan dengan lancar sesuai harapan.
Dengan tekad yang teguh, Ustadz Yusuf Qordhowi terus melangkah, menyuarakan pesan dakwah di tengah-tengah pegunungan Papua. Semangatnya yang tak pernah padam menjadi cahaya harapan bagi masyarakat yang tengah berjuang mencari kebenaran. (ybh/pos)