Khutbah Idul Adha Dai Muda Lulusan SDH Ajak Teladani Pendidikan Keluarga Nabi Ibrahim
LAMPUNG -- Dai muda yang juga alumni Sekolah Dai Hidayatullah (SD) Bogor angkatan ke-9, Ust. M. Ardiansyah, menjadi Khatib Idul Adha untuk masyarakat Lampung, tepatnya di Jl. Lintas Tengah Sumatera, Kampung Way Tuba, Kecamatan Way Tuba, Kabupaten Way Kanan, Lampung, Senin (17/6/2024).
Dalam khutbah yang dibacakannya, Ust. M. Ardiansyah mengajak hadirin untuk meneladani pendidikan keluarga Nabi Ibrahim yang meneladankan perikehidupan yang berjuang membangun fondasi kokoh dalam melahirkan generasi Qur'ani.
Dia mengatakan, perayaan Idul Adha membawa kita kembali pada momen monumental dalam sejarah umat manusia, yaitu kisah keteguhan iman, pengorbanan luar biasa, ketaatan, dan kesabaran Nabi Ibrahim 'alaihissalam.
Sosoknya yang istimewa menjadi teladan bagi seluruh umat Islam, namanya diabadikan dalam 24 surat di Al-Qur'an, bahkan menjadi nama salah satu surah, yaitu Surah Ibrahim.
Di antara banyak gelarnya, Nabi Ibrahim dikenal sebagai Ulul Azmi (pemilik keteguhan luar biasa), Khalilullah (kekasih Allah), dan Abu Ambiyak (bapak para nabi). Beliau juga dijuluki Abu Syariah karena beberapa syariat dalam Islam berasal dari syariat Nabi Ibrahim, seperti khitan, ibadah haji, umrah, dan penyembelihan hewan kurban.
Kisah teladan Nabi Ibrahim tidak hanya terbatas pada perjuangannya dalam menyebarkan tauhid, tetapi juga dalam membangun keluarga yang kokoh. Keluarga Nabi Ibrahim menjadi contoh nyata bagaimana pendidikan tauhid dan akhlak mulia ditanamkan kepada istri dan anak-anaknya.
Kisah keluarga Nabi Ibrahim sarat dengan pelajaran berharga bagi umat Islam, khususnya dalam membangun keluarga yang kokoh dan berlandaskan tauhid. Berikut beberapa poin penting khutbah Idul Adha yang dibawakan Ust. M. Ardiansyah.
Pertama, menjaga integritas sebagai suami dan pemimpin Keluarga. Nabi Ibrahim menunjukkan integritasnya sebagai seorang nabi dan suami. Beliau memiliki rekam jejak yang kuat sebagai pejuang tauhid, konsisten melawan segala bentuk kemusyrikan, dan senantiasa berdakwah di jalan Allah. Sebagai suami, Nabi Ibrahim memiliki kredibilitas yang dihormati dan ditaati oleh istri dan anak-anaknya.
Ia juga menjaga integritas sebagai pemimpin keluarga tidaklah mudah. Diperlukan komitmen untuk meneladankan sifat-sifat nabi, seperti shiddiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan risalah), dan fathonah (cerdas). Integritas ini menjadi fondasi utama dalam membangun keteladanan dan pendidikan keluarga.
Kedua, membangun pondasi keluarga dengan nilai-Nilai Tauhid. Nabi Ibrahim membangun keluarganya dengan nilai-nilai tauhid yang kuat, bukan berdasarkan materialisme dan hedonisme. Pendidikan tauhid yang senantiasa ditanamkan kepada istri dan anak-anaknya menjadi bekal mereka dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan.
Salah satu contoh nyata adalah ketika Siti Hajar ditinggalkan sendirian bersama Ismail di tanah tandus Makkah. Keteguhan imannya kepada Allah dan keyakinannya terhadap perintah Nabi Ibrahim menjadi kekuatannya untuk bertahan hidup dan mendidik Ismail dengan nilai-nilai tauhid.
Ketiga, komunikasi yang efektif dan penuh keteladanan. Gaya komunikasi Nabi Ibrahim kepada Ismail menunjukkan pentingnya dialog dan pemahaman yang sama dalam pendidikan keluarga.
Ibrahim menggunakan diksi dan retorika yang tepat sehingga mudah diterima dan dipahami oleh Ismail. Meskipun kesibukan Nabi Ibrahim dalam menjalankan tugasnya sebagai nabi, beliau tetap meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan Ismail.
Kedekatan emosional dan keteladanan yang ditunjukkan Nabi Ibrahim menjadi kunci dalam membangun karakter Ismail yang kuat dan berakhlak mulia.
Keempat, keteladanan istri-Istri Nabi Ibrahim. Kisah Nabi Ibrahim tidak lepas dari peran penting dua istrinya, Siti Sarah dan Siti Hajar. Keduanya menunjukkan keteladanan luar biasa dalam ketaatan, kesabaran, dan keikhlasan.
Siti Sarah, meskipun dikaruniai kecantikan luar biasa, tetap setia dan sabar mendampingi Nabi Ibrahim dalam berbagai rintangan. Keteguhan imannya menjadikannya istri yang sholehah dan teladan bagi Siti Hajar.
Siti Hajar, istri kedua Nabi Ibrahim, menunjukkan keteladanan dalam mendidik Ismail dengan nilai-nilai tauhid. Keteguhan imannya, kesabarannya, dan rasa husnudzan kepada Allah menjadikannya sosok ibu yang luar biasa bagi Ismail.
Kelima, Nabi Ibrahim seorang pekerja keras dan penuh doa. Nabi Ibrahim dikenal sebagai sosok pekerja keras yang senantiasa membingkai keinginannya dengan doa. Ia selalu berdoa kepada Allah, bahkan doa Nabi Ibrahim banyak diabadikan dalam Al-Qur'an.
Doa Nabi Ibrahim bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk anak keturunan, masyarakat, dan negeri yang ditempatinya. Keteguhan imannya dalam berdoa menjadikannya teladan bagi umat Nabi Muhammad.
Demikianlah poin poin dari matero khutbah Idul Adha yang disampaikan oleh Ust. M. Ardiansyah yang berkhidmat di Lampung. Pesan pesan yang disampaikannya setarikan nafas dalam ikhtiar kita bersama dai membangun negeri.
Dengan meneladani keteladanan Nabi Ibrahim dan keluarganya, Insya Allah, kita dapat membangun keluarga, komunitas, bahkan negara, dan bangsa, yang Qur'ani dan kokoh demi meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Aamiin. (ybh/pos)