Dakwah Pedalaman Pilar Penting dalam Membangun 'Nusantara Baru Indonesia Maju'
DALAM sebuah perjalanan menelusuri pelosok Indonesia, ada sekelompok orang yang dengan senyap namun pasti melangkah, menembus hutan belantara, mendaki bukit terjal, dan menyeberangi sungai-sungai yang deras.
Mereka adalah para da’i, para pembawa kabar gembira (basyiiran) dan penyampai peringatan (naziiran), yang tak kenal lelah menyebarkan cahaya ilmu dan akhlak mulia ke tempat-tempat yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan.
Misi mereka sederhana namun sangat bermakna: membangun masyarakat yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia, di mana pun mereka berada, termasuk di pedalaman yang kerap terlupakan.
Semangat inilah yang mengakar kuat dalam tagline perayaan 79 tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang baru saja kita lewati pada Agustus lalu: 'Nusantara Baru Indonesia Maju'.
Tema HUT kemerdekaan RI tahun 2024 ini adalah sebuah panggilan bagi seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama menorehkan jejak perubahan dan kemajuan, dari Sabang sampai Merauke, dari pusat kota hingga pedalaman yang terpencil.
Dalam semangat inilah, dakwah di pedalaman memainkan peran yang begitu krusial, menjadi jembatan yang menghubungkan bangsa ini dengan akar spiritualnya yang kokoh.
Lebih dari Sekadar Ritual
Ketika mendengar kata dakwah, mungkin sebagian besar dari kita membayangkan ceramah di masjid-masjid megah, khutbah Jumat di kota-kota besar, atau acara-acara keagamaan yang dihadiri oleh ribuan orang. Namun, dakwah di pedalaman adalah sebuah kisah yang jauh lebih kompleks, jauh lebih menantang, dan sering kali jauh dari sorotan media.
Di pedalaman, dakwah bukan sekadar ritual keagamaan. Ini adalah perjuangan untuk membawa harapan dan perubahan. Para da’i di pedalaman tidak hanya berbicara tentang iman dan ibadah, tetapi juga tentang bagaimana bertani dengan lebih baik, bagaimana menjaga kesehatan, bagaimana mendidik anak-anak, dan bagaimana membangun komunitas yang kuat. Mereka adalah guru, konselor, dan pemimpin yang hadir di tengah masyarakat untuk memberi arah dan panduan dalam kehidupan sehari-hari.
Bayangkan sebuah desa terpencil di pedalaman Kampung Fatumarando, Dusun Woonsa, Kelurahan Salubiro, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, yang hanya bisa dicapai setelah berjam-jam menempuh perjalanan darat yang berat. Di sana, seorang da’i mungkin menjadi satu-satunya orang yang mampu membaca dan menulis.
Dia menjadi harapan bagi anak-anak desa untuk belajar, bagi orang tua untuk memahami pentingnya pendidikan, dan bagi seluruh komunitas untuk merasakan sentuhan peradaban. Dalam kondisi seperti ini, dakwah menjadi sebuah upaya integral untuk membangun bangsa dari akar rumput, sebuah upaya yang mengubah dakwah menjadi kekuatan transformasi sosial.
Namun, upaya mulia ini bukan tanpa tantangan. Daerah pedalaman Indonesia kerap dihadapkan pada berbagai rintangan yang tidak mudah dilalui. Mulai dari akses yang sulit, minimnya infrastruktur, hingga tantangan budaya yang beragam. Dalam beberapa kasus, ada masyarakat yang masih hidup dalam keterasingan, terisolasi dari dunia luar, dengan budaya dan tradisi yang jauh berbeda dari masyarakat pada umumnya.
Di sinilah dakwah di pedalaman membutuhkan pendekatan yang sangat hati-hati dan penuh kearifan. Para da’i harus mampu memahami dan menghormati budaya setempat, menyampaikan pesan agama dengan cara yang tidak menghakimi atau memaksakan, melainkan merangkul dan menyesuaikan dengan nilai-nilai lokal. Dakwah harus dilakukan dengan pendekatan inklusif, di mana dialog menjadi kunci untuk membuka hati dan pikiran masyarakat pedalaman.
Misalnya, di beberapa wilayah di Papua termasuk di daerah daerah suku terasing seperti Suku Togitul di Halmahera, para da’i menghadapi tantangan bahasa dan tradisi lokal yang sangat kental. Dalam situasi seperti ini, mereka harus belajar bahasa setempat, memahami adat-istiadat, dan mencari cara untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan dalam konteks yang dapat diterima oleh masyarakat. Ini bukanlah tugas yang mudah, namun sangat penting dalam upaya membangun 'Nusantara Baru' yang inklusif dan berdaya saing.
Dakwah Memajukan Nusantara
Dalam konteks 'Nusantara Baru Indonesia Maju', dakwah di pedalaman memiliki peran strategis dalam membangun bangsa yang kuat, tidak hanya dari segi moral dan spiritual, tetapi juga dari segi sosial dan ekonomi. Sejarah menunjukkan bahwa bangsa yang kuat adalah bangsa yang memiliki landasan moral yang kokoh, dan dakwah memainkan peran kunci dalam membentuk landasan ini.
Ketika nilai-nilai moral dan spiritual ditanamkan dengan kuat, masyarakat akan memiliki fondasi yang kuat untuk menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar. Dakwah di pedalaman membantu memperkuat ikatan sosial, mengajarkan pentingnya gotong royong, saling menghormati, dan menjaga keharmonisan dalam keberagaman. Semua ini adalah elemen penting dalam membangun 'Nusantara Baru' yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.
Selain itu, dakwah juga berperan dalam memajukan aspek ekonomi masyarakat pedalaman. Dengan menyebarkan pengetahuan tentang kewirausahaan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, serta pentingnya pendidikan, dakwah membantu masyarakat pedalaman untuk bangkit dan mandiri secara ekonomi. Ini adalah langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera dan berdaya saing, sebagaimana yang diinginkan dalam visi 'Indonesia Maju'.
Dalam keberagaman yang begitu kaya, Indonesia adalah sebuah mosaik yang terdiri dari berbagai suku, budaya, dan agama. Dakwah di pedalaman, dalam semangat 'Nusantara Baru', juga berperan sebagai agen pemersatu yang menjembatani berbagai perbedaan ini.
Para da’i tidak hanya berbicara kepada sesama Muslim, tetapi juga berinteraksi dengan masyarakat yang memiliki latar belakang kepercayaan dan budaya yang berbeda. Dalam situasi ini, dakwah menjadi sebuah upaya untuk menciptakan dialog antaragama dan antarbudaya, yang sangat penting dalam menjaga kerukunan dan kedamaian di tengah keberagaman.
Contoh nyata dapat dilihat di daerah-daerah seperti Nusa Tenggara Timur, di mana masyarakat hidup dalam keberagaman agama yang sangat kuat. Di sini, para da’i tidak hanya berperan sebagai pembimbing spiritual bagi umat Islam, tetapi juga sebagai mediator dalam menjaga harmoni antara berbagai kelompok agama. Melalui pendekatan yang inklusif dan penuh empati, dakwah membantu memperkuat ikatan sosial yang ada, menciptakan rasa saling pengertian dan kebersamaan di antara masyarakat.
Dakwah Berkelanjutan
Untuk memaksimalkan peran dakwah dalam membangun bangsa, setidaknya ada beberapa langkah strategis yang perlu diambil. Pertama, pentingnya pelatihan dan pengembangan kapasitas para da’i. Mereka harus dibekali dengan pengetahuan yang luas tidak hanya tentang agama, tetapi juga tentang budaya, ekonomi, dan isu-isu sosial yang relevan dengan masyarakat pedalaman. Dengan demikian, mereka dapat menjalankan peran mereka dengan lebih efektif dan relevan.
Kedua, perlu adanya kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, lembaga keagamaan, dan organisasi non-pemerintah dalam mendukung dakwah di pedalaman. Dukungan infrastruktur, akses pendidikan, dan layanan kesehatan adalah beberapa aspek yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedalaman, dan ini bisa dilakukan melalui kerjasama yang sinergis antara berbagai pihak.
Ketiga, perlu adanya pendekatan dakwah yang lebih kontekstual dan responsif terhadap kebutuhan lokal. Setiap daerah memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda, sehingga pendekatan yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi setempat.
Misalnya, di daerah dengan tingkat literasi yang rendah, dakwah bisa dilakukan melalui media visual atau audio yang lebih mudah dipahami. Di daerah dengan akses transportasi yang sulit, penggunaan teknologi seperti radio komunitas atau aplikasi digital bisa menjadi solusi yang efektif.
Nusantara Baru Indonesia Maju Melalui Dakwah
Perjalanan dakwah di pedalaman adalah perjalanan yang penuh tantangan, namun juga penuh harapan. Dalam setiap langkah para da’i, tersimpan semangat untuk membangun bangsa yang beradab, sejahtera, dan berdaya saing. Tentu saja 'Nusantara Baru Indonesia Maju' bukanlah sekadar slogan, tetapi sebuah visi yang harus diwujudkan melalui kerja keras dan ketekunan dari seluruh elemen bangsa, termasuk mereka yang bekerja di balik layar, jauh dari sorotan, namun memberikan kontribusi yang tak ternilai bagi masa depan Indonesia.
Dengan dakwah yang berakar kuat di pedalaman, kita sedang menanam benih-benih perubahan yang akan tumbuh menjadi pohon-pohon besar yang menaungi bangsa ini. Pohon-pohon yang akarnya menghunjam kuat ke bumi, menjulang tinggi ke langit, dan memberikan buah yang manis bagi generasi mendatang. Inilah esensi dari 'Nusantara Baru Indonesia Maju', sebuah impian yang sedang kita wujudkan bersama, dari pusat kota hingga pelosok pedalaman.
Dakwah di pedalaman adalah wujud nyata dari upaya membangun bangsa yang tidak hanya maju secara fisik dan ekonomi, tetapi juga berakar kuat pada nilai-nilai moral dan spiritual.
Sebuah bangsa yang maju bukan hanya dilihat dari gedung-gedung tinggi atau jalan-jalan besar, tetapi dari masyarakatnya yang berilmu, beriman, dan berakhlak mulia. Dan untuk mencapai itu, dakwah di pedalaman adalah salah satu fondasi yang tidak boleh diabaikan.[]
*) Abdul Muin, Direktur Persaudaraan Dai Indonesia (PosDai)