"Sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami buka bagi mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka lantaran apa yang mereka usahakan itu" (QS Al-A’raf: 96)
JIKA kemampuan manusia itu diibaratkan mata, dan wahyu Tuhan itu diibaratkan cahaya, maka secemerlang apapun mata itu, tanpa adanya cahaya, yang terjadi adalah kegelapan. Sepintar apa pun manusia, tanpa bimbingan wahyu dari Tuhan, dia pasti tersesat.
Ayat di atas itu merupakan formula yang baku dan pasti dari Sang Pemilik alam semesta ini tentang bagaimana menciptakan sebuah negeri yang adil, makmur dan sejahterah. Negeri yang penuh dilimpahi kebaikan. Syaratnya: penduduknya mesti beriman dan bertakwa dengan cara mengikuti wahyu-Nya.
Al-Qur’an adalah wahyu Tuhan yang otentik, tidak ada keraguan di dalamnya, dan sebagai petunjuk bagi manusia agar mereka menjadi manusia yang beriman dan bertakwa. Ajarannya bersifat universal, bisa diterapkan di mana saja di muka bumi ini. Pun demikian juga untuk negeri yang kita cintai ini.
Tidak diragukan lagi, tiada cara yang paling baik dan paling menjanjikan untuk membuat Indoensia ini menjadi negeri yang lebih baik dan dilimpahi kasih sayang Tuhan kecuali dengan mendekatkan penduduknya kepada al-Qur’an. Mengajak mereka untuk hidup dalam naungan al-Qur’an.
Jika masyarakat telah menjadi baik, maka akan lahirlah darinya pemimpin-pemimpin yang baik. Jika para pemimpinnya telah menjadi baik, maka sebuah negeri dan rakyatnya pasti akan dilayani dengan baik.
"Pemimpin sebuah kaum adalah pelayan mereka,” begitu kata Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam. Lewat pemimpin-pemimpin yang seperti inilah negeri ini akan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. In syaa Allah.
Namun sedihnya, berdasarkan penelitian dari PTIQ Jakarta (Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an ) tahun 2013, 65% penduduk muslim Indonesia tidak dapat membaca al-Qur’an. Ini adalah jumlah yang amat besar. Sisanya yang 35% lagi dibagi menjadi: yang lancar, kurang lancar dan tidak lancar.
Sangat sedikit yang benar-benar dapat membaca al-Qur’an dengan standar yang baik. Data itu memberikan gambaran bahwa betapa sedikit muslim Indonesia yang akrab dengan al-Qur’an.
Lalu, apa yang dapat kita lakukan?
JIKA kemampuan manusia itu diibaratkan mata, dan wahyu Tuhan itu diibaratkan cahaya, maka secemerlang apapun mata itu, tanpa adanya cahaya, yang terjadi adalah kegelapan. Sepintar apa pun manusia, tanpa bimbingan wahyu dari Tuhan, dia pasti tersesat.
Ayat di atas itu merupakan formula yang baku dan pasti dari Sang Pemilik alam semesta ini tentang bagaimana menciptakan sebuah negeri yang adil, makmur dan sejahterah. Negeri yang penuh dilimpahi kebaikan. Syaratnya: penduduknya mesti beriman dan bertakwa dengan cara mengikuti wahyu-Nya.
Al-Qur’an adalah wahyu Tuhan yang otentik, tidak ada keraguan di dalamnya, dan sebagai petunjuk bagi manusia agar mereka menjadi manusia yang beriman dan bertakwa. Ajarannya bersifat universal, bisa diterapkan di mana saja di muka bumi ini. Pun demikian juga untuk negeri yang kita cintai ini.
Tidak diragukan lagi, tiada cara yang paling baik dan paling menjanjikan untuk membuat Indoensia ini menjadi negeri yang lebih baik dan dilimpahi kasih sayang Tuhan kecuali dengan mendekatkan penduduknya kepada al-Qur’an. Mengajak mereka untuk hidup dalam naungan al-Qur’an.
Jika masyarakat telah menjadi baik, maka akan lahirlah darinya pemimpin-pemimpin yang baik. Jika para pemimpinnya telah menjadi baik, maka sebuah negeri dan rakyatnya pasti akan dilayani dengan baik.
"Pemimpin sebuah kaum adalah pelayan mereka,” begitu kata Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam. Lewat pemimpin-pemimpin yang seperti inilah negeri ini akan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. In syaa Allah.
Namun sedihnya, berdasarkan penelitian dari PTIQ Jakarta (Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an ) tahun 2013, 65% penduduk muslim Indonesia tidak dapat membaca al-Qur’an. Ini adalah jumlah yang amat besar. Sisanya yang 35% lagi dibagi menjadi: yang lancar, kurang lancar dan tidak lancar.
Sangat sedikit yang benar-benar dapat membaca al-Qur’an dengan standar yang baik. Data itu memberikan gambaran bahwa betapa sedikit muslim Indonesia yang akrab dengan al-Qur’an.
Lalu, apa yang dapat kita lakukan?